
SEJARAH HmI
Sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam,
terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang
beranggotakan mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai
Perguruan Tinggi Gajah Mada yang pada waktu itu hanya
memiliki Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Oleh
karena Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para
mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Tidak
tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam untuk
mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta.
Pada tahun 1946, suasana politik di Indonesia khususnya
di Ibu kota Yogyakarta mengalami polarisasi
antara pihak Pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis pimpinan Syahrir – Amir
Syarifuddin dan pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi pimpinan Soekiman – Wali Al-Fatah, PNI pimpinan Ki Sarmidi Mangunsarkoro – Suyono Hadinoto,
serta Persatuan
Pernyangannya Tan Malaka. Polarisasi ini bermula pada dua pendirian
yang saling bertolak belakang. Pihak Partai Sosialis (Pemerintah)
menitikberatkan perjuangan memperoleh pengakuan Indonesia kepada
perjuangan berdiplomasi sementara pihak oposisi berpegang pada perjuangan
bersenjata melawan Belanda.
Polarisasi ini membawa mahasiswa yang juga sebagian besar
dari mereka adalah pengurus Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta berorientasi kepada Partai Sosialis.
Melalui merekalah Partai Sosialis mencoba
mendominasi Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta. Namun mahasiswa yang masih memiliki idealisme
tidak dapat membiarkan usaha Partai Sosialis hendak mendominir Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta. Dengan suasana yang sangat kritis
dikarenakan Belanda semakin
memperkuatkan diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dengan
persenjataan modern disertai dengan peristiwa Agresi Militer Belanda I pada
tanggal 21 Juli 1947 Dengan situasi
yang demikian para mahasiswa yang berideologi murni tetap bersatu
menghadapi Belanda,
mencegak setidak-tidaknya mengurangi efek-efek dari polarisasi politik yang
sangat melemahkan potensi Indonesia menghadapi Belanda.
Karenanya mereka menolah keras akan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap
mahasiswa yang dinilai akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam
polarisasi politik.
Berbagai hal ini yang mendorong beberapa orang mahasiswa
untuk mendirikan organisasi baru. Meskipun sebenarnya jauh sebelum adanya
keinginan untuk mendirikan organisasi baru sudah ada cita-cita akan itu, tetapi
selalu ditunda dan dianggap belum tepat. Namun melihat dari berbagai kondisi
yang ada dirasa cita-cita yang sudah lama diharapkan itu perlu diwujudkan
karena bila membiarkan Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta lebih lama didominasi oleh Partai Sosialis adalah
hal yang tidak tepat. Penolakan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta tidak hanya datang dari kalangan
mahasiswa Islam,
melainkan juga mahasiswa kristen,
mahasiswa katolik,
serta berbagai mahasiswa yang masih menjunjung teguh ideologi keagamaan.
HMI diprakarsai oleh Lafran Pane,
seorang mahasiswa tingkat I (semester I) Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam (sekarang
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII).
Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk
organisasi mahasiswa bernapaskan Islam dan setelah
mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para
mahasiswa Islam yang
berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai
Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi,
untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini
dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan
Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan
kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan
mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak
yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada
tanggal 5 Februari 1947 (bertepatan
dengan 14 Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan
Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang
langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya
mengatakan “Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam,
karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres”.
Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan
sambutan, tetapi dia menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan
sehubungan dengan tujuan rapat tersebut.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat
tersebut adalah sebagai berikut:
·
Rapat ini merupakan rapat
pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran
dasarnya telah dipersiapkan.
·
Rapat ini bukan lagi mempersoalkan
perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi
Mahasiswa Islam.
·
Di antara rekan-rekan boleh
menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan
tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu,
dikarenakan persiapan yang sudah matang.
Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat
pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan
sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan:
·
Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal
1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan
berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan:
o Mempertahankan Negara
Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia
o Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam
·
Mengesahkan anggaran dasar Himpunan
Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian.
·
Membentuk Pengurus Himpunan
Mahasiswa Islam.
Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu
pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama
pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad
Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi.
Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan
Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut:
Ketua |
|
Wakil Ketua |
|
Penulis I |
Anton
Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII) |
Penulis II |
|
Bendahara I |
|
Bendahara II |
|
Anggota |
Suwali |
Pada saat terjadi pembantaian massal anti-komunis yang
dimulai pasca-G30S mahasiswa anggota HMI dilibatkan
pihak universitas dalam proses skrining dan pembersihan kampus untuk menunjuk
siapa pengajar atau mahasiswa yang dianggap komunis, anggota PKI, atau aktif
dalam organisasi mahasiswa kiri seperti CGMI. Mereka yang tidak
lolos proses skrining ini dipecat, sebagian menjadi tahanan politik, hilang,
atau dibunuh.[12] Beberapa anggota HMI dilatih oleh RPKAD untuk membunuh
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)