OPINI,kahmibengkulu.com – Universitas bermutu, apa yang menjadi tolok ukurnya? Ranking Wibometrikkah? Akreditasikah? Itulah yang menjadi pertanyaan masyarakat. Lalu, bagaimana pandangan dunia kerja terhadap mutu perguruan tinggi? Masyarakat kadang-kadang menilai perguruan tinggi agak sumir, apa sumirnya? Masyarakat menyatakan mutu perguruan tinggi itu diukur dengan apakah lulusan perguruan tinggi itu siap kerja atau diterima pada dunia kerja! salahkah masyarakat menilai perguruan tinggi seperti itu?
Kemudian, kalangan perguruan tinggi berkilah kami mendidik mahasiswa bukan untuk siap kerja, tapi kami mendidik dan memberi ilmu pengetahuan kepada mahasiswa agar mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sesuai dengan bidang ilmu yang diperolehnya. Padahal dunia kerja dan masyarakat menuntut pada lulusan perguruan tinggi adalah siap kerja atau siap pakai!
Perbedaan pandangan ini menimbulkan polemic yang kadangkala kurang produktif, dan cenderung menghakimi perguruan tinggi secara membabi buta, bahwa lulusan perguruan tinggi anu tidak mutu. Oleh karena itu, perguruan tinggi diminta dan seharusnya mendekatkan apa yang diinginkan masyarakat tersebut, tentu dengan berbagai strategi untuk bisa memenuhi tuntutan dunia kerja itu. Jika perguruan tinggi bertahan, bahwa mereka hanya memberi ilmu dan tidak memberi keterampilan, maka sudah dapat dipastikan konflik akan berkepanjangan.
BACA JGA ; Paradoks Pancasila
Sekarang, beberapa perguruan tinggi besar sudah menyadari hal itu, karena itu mereka juga mengembangkan pendidikan vokasi. Ambil contoh IPB sudah mengembangkan pendidikan vokasi bidang pertanian yang terintegrasi hulu dan hilir. Diharapkan apa yang dilakukan IPB dapat ditiru oleh perguruan tinggi lain. Namun, ada juga perguruan tinggi yang tetap pada pendiriannya, bahwa perguruan tingginya adalah pendidikan sains, tetapi ada yang melakukan penguatan praktikum yang cukup dalam.
Perguruan tinggi swasta juga sudah merubah strateginya, ambil contoh Universitas Islam Indonesa (UII) dengan program studi teknik arsitekturnya, mereka menginisiasi terbentuk studio. Setiap mahasiswa sebelum wisuda, diminta untuk masuk studio beberapa bulan. Tujuannya adalah untuk memberi wahana praktek kerja nyata.
Persoalannya sekarang, tidak banyak perguruan tinggi yang menyadari betapa pentingnya wahana praktikum ini, masih banyak perguruan tinggi yang bertahan pada konsep bahwa perguruan tingginya adalah perguruan tinggi sains. Urusan lulusan diterima dunia kerja bukan urusan perguruan tingginya. Mereka beranggapan mereka sudah memberi ilmu pengetahuan!
Jika perguruan tingginya berprinsip, soal lulusan kerja atau tidak, tidaklah urusannya, maka perguruan tinggi menuju ke jurang kebangkrutan alias akan ditinggalkan oleh konsumennya (mahasiswanya). Padahal perguruan tinggi yang peduli dengan nasib alumninya, adalah perguruan tinggi yang telah bersaing jangka panjang. Perguruan tinggi moderen, adalah perguruan tinggi yang peduli dengan pelanggannya, yaitu mahasiswanya. Mahasiswa adalah sumber mata air dan mata hari bagi sebuah perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi kecil di daerah dan perguruan tinggi swasta.
BACA JUGA ; UICI Buka PMB Jalur Keluarga HmI ; Dapat Fasilitas Biaya Kuliah GRATIS
Pergeseran paradigma konsumen perguruan tinggi terhadap mutu dan keberlanjutan perguruan tinggi harus menjadi perhatian. Era akreditasi perguruan tinggi yang berbasis outcome, mengharuskan perguruan tinggi untuk mengkaji visi dan misinya, penyesuaian terhadap perubahan lingkungan eksternal yang cepat ini, mengharuskan juga perguruan tinggi berubah. Kalau tidak perguruan tinggi akan terancam kehidupannya!
Kekuatan pasar dan khalayak tidak dapat dibendung begitu saja, karena era sekarang adalah era bebas siapa saja bisa masuk dan siapa saja bisa keluar dari pergumulan perguruan tinggi saat ini. Lebih-lebih pengaruh teknologi informasi yang juga sulit dibendung arusnya, Siapa terlambat mengikuti arus informasi dan teknologi akan ketinggalan dan akan ditinggal oleh khalayaknya, Sekarang kenyataannya sudah berapa banyak perguruan tinggi,terutama perguruan tinggi swasta yang telah ditinggalkan oleh khalayaknya. Wallahualambissawab.
Oleh : DR. Syaiful Anwar. AB – Alumni HMI dan tercatat sebagai Dosen Universitas Bengkulu