Dinamika Lingkungan Hidup

Opini,kahmibengkulu.com – Indonesia merupakan salah satu negara dengan luasan hutan terbesar di dunia, sehingga julukan Indonesia sebagai paru-paru dunia sangat melekat padanya.

Hutan merupakan bagian ataupun unsur dari lingkungan hidup. Selain hutan yang merupakan bagian dari lingkungan hidup terdapat pula hal lain yaitu sekumpulan perangkat yang mengatur aspek hukum terkait dengan lahan, yang biasa disebut dengan agraria. Ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang terhimpun dalam lingkungan hidup. 

Pada pengelolaan lingkungan hidup ada tiga prinsip kelestarian yang paling utama dan mendasar untuk diperhatikan demi terwujudnya sistem pengelolaan lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan. Ketiga prinsip tersebut yaitu prinsip ekologi, ekonomi, dan sosial. Sama seperti menjalankan hidup yang ideal manusia dituntut untuk beriman, berilmu, dan beramal begitu pun dengan pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga prinsip baik ekologi, ekonomi, dan juga sosial harus dijalankan secara seimbang agar tidak terjadi kesenjagan. Prinsip ekologi menjamin eksistensi sumber daya, prinsip ekonomi menjamin kemakmuran sedangkan prinsip sosial menjamin keamanan. Jika salah satu prinsip dihilangkan atau hanya salah satu prinsip yang dijalankan maka akan terjadi kekacauan yang dapat menghancurkan kehidupan.

Fenomena terkait lingkungan hidup nampaknya tidak pernah usai dan tetap hangat untuk diperbincangkan. Kehangatan bukan karena peran mainstream lingkungan hidup yang normatifnya menjadi sumber kemakmuran bagi seluruh makhluk hidup di muka bumi, melainkan sebaliknya lingkungan hidup justru menjadi salah satu sumber konflik, kesenjangan, dan krisis keamanan. Idealkah apabila menyimpulkan bahwa lingkungan hidup hadir sebagai sumber konfilk, kesenjangan, serta krisis keamanan?, tentu salah besar jika dalam mengambil kesimpulan penggunaan rasionalitas sebagai sebuah keutamaan. Satu hal yang perlu diingat bahwa hukum kausalitas selalu berlaku dalam interaksi terhadap lingkungan hidup.

Konflik ataupun permasalahan lain yang bersumber dari lingkungan hidup cukup kompleks mulai dari konflik antar manusia, manusia dengan satwa, hingga manusia dengan lingkungan hidup itu sendiri. Tidak perlu menggunakan analisis dengan teori yang tajam dan mendalam untuk mengetahui sumber dari hadirnya dinamika ini.

Dinamika tersebut hadir karena tidak berjalannya keseimbangan dari prinsip dasar dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu prinsip ekologi, ekonomi, dan sosial. Hanya salah satu prinsip yang dijalan ataupun hanya salah satu prinsip yang tidak dijalankan keduanya sama-sama potensial dalam menghadirkan dinamika.

 

BACA JUGA : Aktivis Profesional dan Aktivis Magang

 

Sistem kapitalis yang membabi buta dalam pengelolahan lingkungan hidup tentu menjadi sumber dan akar dari permasalahan yang terjadi saat ini. Bukan hanya dalam pengelolaan lingkungan hidup, sistem kapitalis yang membabi buta juga sudah mengakar dalam cara pandang dan pemikiran setiap aktor pengelolaan lingkungan hidup. Pengkapitalisasian sistem dalam pengelolaan lingkungan hidup akan menyampingkan prinsip ekologi dan sosial.

Sedangkan prinsip ekonomi yang tidak sehatlah yang diutamakan, sehingga eksploitasi besar-besaran yang membabi buta tidak dapat dibendung. Apabila sistem ini sudah berjalan tentu konflik dan kehancuran secara otomatis akan menjelma menjadi bom waktu yang pada saatnya akan bereaksi dengan sendirinya. 

Bercermin dari kondisi paling muktahir dinamika bernuansa lingkungan hidup yang sedang umum terjadi adalah konflik antar manusia, hingga tak jarang dalam prosesnya konflik seperti ini selalu menyentuh vitalitas hak asasi manusia (HAM) baik disengaja maupun tidak disengaja.

Konflik ini merupakan konflik yang paling kompleks karena melibatkan banyak aktor di dalamnya. Mulai dari penguasa, korporasi, hingga rakyat lapisan bawah. Korporasi sebagai pemodal tentu dapat melakukan lobi terhadap penguasa untuk bernegosiasi dan bertransaksi hingga mendapatkan satu paket usaha eksklusif yaitu hak lahan dan jaminan keamanan dari aparat. Paket eksklusif inilah yang akan menjamin kelancaran suatu korporasi dalam mengoprasikan aktifitasnya, sesuai dengan besaran transaksi dengan penguasa.

Pesta demokrasi sudah di depan mata, partai politik bersama politisinya jauh sebelum jadwal penetapan agenda lima tahunan itu sudah merancang strategi untuk berkontestasi pada agenda tersebut. Suatu kontestasi terutama kontestasi politik rasanya sulit untuk diperjuangakan apalagi dimenangkan apabila hanya mengandalkan rancangan strategi dan taktik yang canggih semata. Suksesi dari strategi dan taktik efektifnya harus ditopang oleh kekuatan logistik, singkatnya strategi dan taktik akan berjalan sesuai logistik.

Lantas apa hubungannya antara strategi, taktik, dan logistik terhadap lingkungan hidup?, tentu analisis yang sedikit dipertajam akan memberi jawaban. 

Bagi partai politik bersama politisinya yang bermisi mengambil alih kekuasan dari kubu petahana akan memanfaatkan lingkungan hidup sebagai bagian dari kekuatan strategi dan taktiknya. Kerusakan lingkungan hidup dapat menjadi strategi sebagai isu yang potensial untuk setidaknya dapat meningkatkan elektabilitasnya dan sedikit merepotkan kubu petahana. Para politisi di kubu ini biasanya sudah mulai menjelma menjadi aktivis lingkungan dadakan dan ikut berbaris dalam barisan aktivis lingkungan yang sesungguhnya.

Ciri khas dari aktivis lingkungan dadakan biasanya tidak konsisten terkadang berada pada barisan terdepan namun sewaktu-waktu berada pada barisan terbelakang yang tak terlihat dan terkadang bersuara lantang namun terkadang membisu. Konsistensi dari aktivis lingkungan dadakan selalu dijawab oleh waktu.

Sedangkan bagi partai politik dan politisi yang sedang berkuasa (petahana) lingkungan hidup adalah modal mentah untuk bertransaksi dengan korporasi sehingga modal mentah tersebut berubah menjadi modal matang sebagai kekuatan logistik untuk pertarungan pada kontestasi politik lima tahunan itu. Bisa jadi saat ini transaksi antara penguasa dengan korporasi sudah mulai berjalan. Mulai dari bagi-bagi lahan untuk korporasi membangun kerajaannya hingga bagi-bagi tender proyek rehabilitasi hutan, layaknya presiden yang sedang bagi-bagi sertifikat tanah kepada rakyatnya. Orientasi dari agenda ini bagi pemegang kekuasaan bisa jadi untuk menambah kekuatan logistik jelang pesta demokrasi yang sudah tidak lama lagi, supaya saat bertempur nanti tidak kehabisan amunisi. Agenda bagi-bagi tidak berhenti sampai disitu saja karena agenda bagi-bagi sifatnya berkelanjutan.

Sebelum pertarungan bagi-bagi lahan dan proyek untuk kepentingan logistik dan sesudah pertarungan siapapun yang menang akan bagi-bagi jabatan sesuai perjanjian politik. 

 

BACA JUGA ; memulih kekuatan kader  

 

Mungkin tanpa disadari pola-pola semacam itulah yang sebenarnya terus dimainkan oleh elit politik di negeri ini. Bulan Juni tepatnya tanggal 5 merupakan tanggal yang sudah ditetapkan sebagai hari peringatan lingkungan hidup sedunia. Biasanya yang menjadi penanda tibanya peringatan ini adalah ketika kementrian lingkungan hidup dan kehutanan serta organisasi peduli lingkungan menggelar kegiatan penanaman pohon ataupun kegiatan lain yang berhubungan dengan lingkungan sebagai bukti kepeduliannya terhadap lingkungan hidup, walaupun terkadang kegiatan ini hanya bersifat sebagai simbolisasi semata.

Selamat hari lingkungan hidup sedunia untuk indonesia. Lingkungan hidup Indonesia terlalu luas dan beragan jika hanya untuk dikalkulasikan, lingkungan hidup ini harus kembali pada fitrahnya sebagai sumber kemakmuran bagi rakyat dan sebagai sumber kekuatan negara. Normatifnya lingkungan hidup ini dapat menjadi akar kedaulatan bagi Indonesia di mata dunia. 

 

Oleh : Tiar Fauzi – Kabid KPP HMI Cabang Bengkulu

 

 

mwkahmi bengkulu

Website Resmi Majelis Wilayah KAHMI Provinsi Bengkulu

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *